-->

Pages

Tuesday, December 24, 2013

Handmade Pirate (And Friends) Stuff

Kami sekeluarga adalah penggemar Disney Junior. Sebenarnya sih, Najwa penggemarnya, tapi karena nyaris tidak pernah menonton channel tivi lain, saya dan ayahnya lama-lama juga jadi suka pada karakter-karakter Disney Junior. Witing tresno jalaran soko kulino.

Salah satu favorit saya adalah Jake and The Neverland Pirates. Saya bahkan mendownload lagu opening theme-nya dan bela-belain sampai menghafal versi Inggrisnya supaya bisa nyanyi-nyanyi bareng Najwa walaupun serialnya sudah selesai ditonton. :D

Jake and The Neverland Pirates adalah cerita tentang tiga orang bajak laut kecil (Jake, Izzy dan Cubby) yang tingal di Pulau Never dan berlayar di laut Never. Serial kartun ini bercerita tentang petualangan ketiga sahabat tersebut dan bagaimana cara mereka mengatasi rintangan yang ditemui, termasuk gangguan yang paling sering datang dari Kapten Hook dan kru kapalnya. Serial ini diakhiri dengan menghitung koin emas yang diperoleh Jake dan kawan-kawannya setiap kali menyelesaikan masalah bajak laut, dan menyimpannya dalam peti harta karun.

Quote favorit Najwa adalah adegan sebelum petualangan dimulai :
"Aku membawa pedangku." kata Jake.
"Aku membawa petaku." kata Chubby.
"Dan aku membawa debu ajaibku. Peri memberikannya pada kita agar kita bisa gunakan untuk terbang, tapi hanya untuk keadaan darurat." kata Izzy.

Kami sering bermain peran, paling sering ayahnya menjadi Kapten Hook, saya menjadi Izzy, dan entah kenapa, dibandingkan Jake, Najwa lebih memilih menjadi Tuan Smee (kru kapal Hook). Mungkin karena ayahnya berperan sebagai Hook, jadi Naj memilih tokoh yang dekat dengan ayahnya, yaitu Tuan Smee. Lagipula Tuan Smee punya karakter unik yang khas dan lucu, bisa jadi itu juga yang menarik minat Naj.

Kesukaan pada serial Jake and The Neverland Pirates kemudian melebar ke hal-hal lain yang berbau bajak laut. Najwa pun minta topi bajak laut. Oke, untuk kali pertama saya membuat dari bahan kertas. Tapi tak berapa lama topi itu pun rusak, karena Naj memakainya terus-terusan bahkan saat tidur. Kemudian saya membuat kembali topi yang dibungkus dengan kertas pelapis agar lebih kuat, ternyata sama saja. Bahan kertas membuat topi jadi mudah robek. Akhirnya, setelah rusak dua kali, saya jadi berpikir untuk memilih bahan yang lebih kuat dan tidak mudah robek, daripada capek bolak balik bikin melulu.





Pilihan pun jatuh ke kain flanel, karena teksturnya yang tebal dan kaku, gampang dibentuk dan dijahit, dan sudah pasti lebih awet dibanding kertas. Untungnya toko alat jahit di dekat rumah punya stok kain flanel. Kain flanel yang dijual di toko tersebut potongannya kecil-kecil, bukan kain meteran yang biasa ada di toko craft besar, jadi saya terpaksa memecah pola dan menyambung dua kain flanel untuk membuat bagian utama topi.

Saya membuatnya lengkap dengan tengkorak dan tulang bersilang, logo khas bajak laut. Logo tengkorak ini merupakan salah satu favorit Najwa. Yah, anak cewek jaman sekarang, tengkorak pun suka. :D




Karena dijahit tangan dan ukuran topi yang besar, jadi butuh waktu yang lumayan lama. Belum sempat salah ukur di awalnya, terlalu besar untuk ukuran kepala Naj, jadi harus dipotong. Syukurlah, walaupun sempat "adjustment" beberapa kali, hasil akhirnya lumayan juga.





Dan, topi made in Bunda pun menjadi salah satu favorit Naj. Bahkan jalan-jalan ke Mall pun dipakai! :D


Kesukaan bajak laut ini jadi berlanjut ke "pernak-pernik" laut lainnya. Salah satunya, ikan-ikanan. Terinspirasi saat liburan lalu ketika kami berkunjung ke Sea World, Najwa jadi ngefans dengan ikan pari. Bentuknya yang besar, lebar, dan unik, menarik perhatian Naj di Sea World. Akhirnya, sampai pulang pun ikan pari ini disebut-sebut dan diceritakan terus.

Ayahnya sempat membuat ikan pari dari kain perca, namun sayangnya karena ukurannya kecil, ikan pari itu hilang waktu dibawa Naj jalan-jalan. Sedihnya bukan main. Akhirnya saya buatkan lagi saja yang ukurannya lebih besar, mumpung stok kain flanelnya masih ada. Kali ini, saya tawarkan ke Naj, mau warna apa. Dan dengan mantap ia menjawab, "Pink!"




Sebagai teman si ikan pari, saya pun bertanya mau dibuatkan apa lagi, Naj meminta putri duyung. Kali ini, tokoh putri duyung, teman si Jake, namanya Marina. Oke, dengan stok kain flanel yang masih ada, taraaaa.....jadilah Marina.





She loves them all. Terutama topi bajak lautnya. :D Naj kadang mengajak teman-teman lautnya bobo sama-sama, dan bobonya pun pakai topi bajak laut. Hoho, meriah!


Saturday, December 7, 2013

Book Review : And The Mountains Echoed

"Apa mimpiku malam ini, Baba?" -Pari




Setelah menghabiskan beberapa hari dalam perjalanan pulang pergi menggunakan KRL Commuter Line Jakarta-Bogor, tempat dimana saya menghabiskan waktu dengan membaca, akhirnya selesai juga 512 halaman novel ini.

And The Mountains Echoed (Dan Gunung-Gunung Pun Bergema) adalah tulisan Khaled Hosseini, salah satu pengarang favorit saya. Ini merupakan novel ketiganya setelah The Kite Runner dan And A Thousand Splendid Suns yang sama-sama sukses dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Terbitnya novel ketiga ini berselang enam tahun dari novel keduanya, sehingga kehadirannya sangat ditunggu oleh para penggemar Hosseini, termasuk saya. :D

Sebagaimana novel pertama dan kedua, And The Mountains Echoed masih dilatarbelakangi kehidupan Afganistan yang keras, serta konflik dalam negeri yang memecah belah penduduk, saudara, keluarga.

Cerita diawali dengan Abdullah dan Pari, dua kakak beradik yang seolah tak terpisahkan, yang satu saling bergantung dengan yang lainnya. Pada suatu malam, Baba, demikian mereka memanggil ayahnya menceritakan dongeng kepada mereka. Dongeng itu tentang seorang div, monster bertanduk yang menyeramkan, yang mengambil anak-anak dari rumah-rumah yang atapnya diketuk olehnya. Ketika div mengetuk atap sebuah rumah, maka sang ayah harus menyerahkan satu anaknya untuk sang div, karena bila tidak, maka ia akan mengambil seluruh anak di rumah tersebut. Seruas jari harus dipotong untuk menyelamatkan tangan.

Ternyata dongeng ini merupakan dongeng terakhir yang diceritakan Baba sekaligus merupakan kiasan tentang apa yang terjadi esok harinya. Esok harinya, Baba, Pari dan Abdullah (yang bersikeras untuk ikut walaupun telah dilarang ayahnya), pergi ke Kabul, yang belakangan diketahui Abdullah untuk menyerahkan Pari kepada pasangan keluarga kaya yang tidak memiliki anak. Baba menjual Pari untuk mendapatkan sejumlah uang untuk membeli keperluan musim dingin, untuk menyelamatkan keluarganya. Musim dingin yang brutal di Afganistan telah merenggut nyawa salah seorang adik mereka, karena ketidakmampuan Baba untuk memberikan perlindungan yang lebih baik : makanan, pakaian tebal, dan rumah dengan pemanas untuk menghangatkan udara. Seruas jari harus dipotong untuk menyelamatkan tangan.

Dunia Abdullah limbung tanpa kehadiran Pari. Pari adalah belahan jiwanya, orang yang paling dekat dengannya dan paling dicintainya.

Secara keseluruhan, novel ini berkisah tentang hubungan antara manusia, yang sebenarnya saling mencintai, namun karena berbagai alasan maka orang-orang yang saling mencintai tersebut justru terpisahkan, atau terasa begitu jauh satu sama lain dan tak saling memahami.

Ada kisah antara Pari dan ibu angkatnya (yang Pari anggap sebagai ibu kandungnya selama berpuluh-puluh tahun). Ibunya, Nila Wahdati, penyair berbakat yang selalu merasa tak bahagia. Nila Wahdati membebani Pari dengan harapan-harapan agar putrinya dapat menambal lubang-lubang yang kosong yang dirasakannya, namun Pari dianggapnya gagal melakukan tugasnya, sekalipun Pari tumbuh menjadi anak yang baik dan pintar. Pukulan terkeras bagi Nila Wahdati datang ketika Pari memutuskan untuk menjalin hubungan dengan mantan kekasih ibunya. Nila Wahdati tenggelam dalam depresi yang kian parah hingga akhirnya bunuh diri, membebani Pari dengan rasa bersalah seumur hidupnya. Pari akhirnya berpisah dengan kekasihnya tersebut. Walaupun kemudian Pari menemukan orang yang tepat untuknya, menikah, memiliki anak, pekerjaan yang baik dan membangun hidupnya, Pari selalu merasakan ada bagian yang kosong dalam hatinya, kekosongan akan sesuatu atau seseorang yang penting dalam hidupnya. Dan jauh bertahun-tahun kemudian, melalui pertolongan karakter-karakter lainnya, Pari mengetahui penyebab kekosongan tersebut, dan nasib akhirnya mempertemukan Pari kembali dengan kakak yang sangat dicintainya, belahan jiwanya, Abdullah.

Ada juga kisah tentang Markos Varvaris, dokter bedah kelahiran Yunani yang menjadi sukarelawan internasional di Kabul pada masa setelah perang usai. Markos Varvaris menuturkan kisahnya bersama Thalia, anak perempuan yang pada suatu hari berkunjung ke rumahnya untuk tinggal selama beberapa waktu dengan mereka. Thalia, yang walaupun dikaruaniai kecerdasan mengagumkan dan minat terhadap sains, namun memiliki cacat fisik karena sebagian wajahnya rusak akibat diterkam anjing semasa ia kecil. Cacat fisik tersebut menjauhkan Thalia dari kehidupan normal dan orang-orang. Di rumah Markoslah, bersama dengan ibu Markos yang tegas, Thalia diterima dengan tulus untuk pertama kalinya, sampai akhirnya ia memutuskan untuk tinggal di rumah itu selamanya. Markos, yang karena ketidakcocokan dengan ibunya, telah memilih untuk meninggalkan rumah, berkelana mengelilingi dunia hingga akhirnya memilih untuk menetap di Kabul, pada akhirnya menyadari bahwa orang-orang terdekat yang paling dicintainya justru adalah orang-orang yang selama ini ditinggalkannya, ibunya dan Thalia.

Ada pula kisah tentang Pari, Pari yang satunya, yang tumbuh besar di Amerika masa kini. Pari yang kehilangan kesempatan untuk masuk sekolah seni dan menikah karena harus mengurus orang tuanya yang sakit. Pari yang akhirnya, menjadi simpul penutup cerita, yang mempertemukan keluarga yang tercerai berai berpuluh tahun lamanya.

Novel ini memiliki banyak karakter utama, yang masing-masing menjadi penutur dalam setiap bab. Setiap karakter memiliki masalah dan pendapatnya masing-masing, dan berada dalam setting yang berbeda-beda baik dalam tempat maupun waktu. Membaca novel ini rasanya kita berada dalam mesin waktu melintasi berbagai negara, berbagai kota, dan dalam berbagai kurun masa.

Dalam setiap babak Hosseini menghadapkan kita pada kepingan-kepingan puzzle yang saling berhubungan, terjalin sedemikian rupa, di antara tokoh-tokoh yang baik jauh maupun dekat saling terkait, hingga akhirnya membentuk satu kerangka kisah.

Saya sudah menduga sejak kisah dibuka, bahwa kisah akan ditutup dengan pertemuan Pari - Abdullah, namun Hosseini menuturkan dengan lincah, melalui mata, mulut dan hati berbagai karakter, cukup untuk membuat kita bertanya-tanya, siapa dia dan apa hubungannya dan bagaimana nanti akhirnya, sehingga terhindar dari kebosanan untuk menyelesaikan 512 halaman novel tebal ini. Memang ada beberapa bagian yang membuat saya sedikit mulai dirayapi kebosanan, di antaranya pada bab Markos Varvaris bercerita. Rasanya penulisan masa muda Markos yang menghambur-hamburkan uang warisan Thalia untuk berkeliling dunia dan melepaskan tanggung jawabnya terlampau panjang, sehingga membuat saya tidak sabar, "Terus kapan nih orang tobatnya?" Tapi tepat ketika kebosanan mulai merayapi, Hosseini memberikan jawaban dan melanjutkan alur cerita.

Dalam novel ini, Hosseini berkisah dengan plot maju mundur yang lumayan sering. Sehingga saya harus benar-benar membaca dan mengingat di awal bab, babak itu diceritakan dalam kurun waktu kapan, agar tidak membuat kebingungan di tengah-tengah bab, karena lompatan jarak waktu yang dibuatnya dengan sebelumnya seringkali begitu jauh.

Satu yang mengganjal bagi saya adalah tersisanya satu teka-teki, satu jari yang masih terpisah dari tangannya, satu keluarga yang masih tercerabut dari lainnya, padahal merupakan salah satu bagian dari karakter utama novel ini. Iqbal, adik tiri Abdullah dan Pari, bersama anak lelakinya Gholam dan anggota keluarganya yang lain, kembali ke Afganistan dari kamp pengungsian mereka di Pakistan. Iqbal dan Gholam menemukan bahwa di atas tanah yang mereka tinggalkan sekian lama, kini dimiliki oleh seorang mantan komandan perang Afganistan yang kaya raya, yang tinggal di sana bersama anak lelakinya, Adel, yang seusia Gholam. Adel dan Gholam dalam waktu singkat menjadi sepasang kawan rahasia.

Cerita berikutnya menuturkan bahwa Iqbal dan Gholam gagal mengambil kembali tanah mereka karena dokumen resmi tanah mereka dimusnahkan oleh hakim yang disuap oleh ayah Adel. Iqbal yang merasa frustrasi kemudian mendatangi rumah ayah Adel dan melemparinya dengan batu, yang membuat mantan komandan berang, kemudian bersama-sama para pengawalnya mereka membawa Iqbal pergi dan tak pernah kembali. Adel, yang sejak saat itu tak pernah lagi melihat Gholam, akhirnya menyadari siapa sebenarnya ayahnya, sang mantan komandan. Sepeninggal Iqbal, Gholam harus menjadi tulang punggung keluarganya dan membawa ibu, adik dan neneknya mencari tempat tinggal baru.

Di sinilah yang menjadi ganjalan bagi saya, sampai akhir tidak dikisahkan bagaimana nasib Gholam dan keluarganya. Hanya disebutkan bahwa Pari sempat berusaha mencari Iqbal dalam suatu perjalanannya ke Afganistan, namun tidak menemukan petunjuk. Rasanya tidak adil membiarkan Gholam tersesat sendirian, sementara unsur-unsur keluarga yang lain satu persatu akhirnya bertemu dan berkumpul kembali.

Tapi inilah hidup, bukan? Tidak semuanya selalu sejalan dengan apa yang kita impikan. Setiap orang harus bertahan dengan caranya masing-masing, demikian pula Gholam. Mungkin, di masa depan nanti, nasib akan mempertemukannya kembali dengan Adel. Mungkin pula, kelak Adel, yang telah memahami siapa sebenarnya ayah kandung yang dibangga-banggakannya, yang tak lain adalah seorang dedengkot penjahat perang dan gembong narkotika, mungkin saja akan melakukan sesuatu untuk memperbaiki kehidupan sebuah keluarga yang telah dirusak oleh ayahnya.

Setelah menyelesaikan novel ini, saya masih merasakan pesona Hosseini seperti ketika selesai membaca A Thousand Splendid Suns dan The Kite Runner, malah saya lebih bisa menikmati novel ketiganya ini. Banyak review yang mengatakan bahwa novel ketiganya ini bagus, namun tidak secemerlang novel pertama dan kedua. Saya justru merasa paling bisa menikmati And The Mountains Echoed. Mungkin karena pada masa novel pertama dan kedua dulu saya masih muda :D, sehingga belum sabar membaca serta meresapi apa yang coba dituturkan oleh pengarang.

Hosseini adalah pendongeng yang hebat dengan ciri khas penulisan yang kaya detail dan bersuasana muram. Dia gemar menunjukkan hidup dari sisi yang keras, sulit dan penuh lubang. Dia ahli mematahkan hati, jadi siap-siap untuk anda yang punya perasaan sensitif seperti saya :D berisiko sesak di dada. Namun, khas Hosseini, selalu ada titik terang dan senyum di beberapa tempat, yang mencoba menyampaikan kepada kita, bahwa akan selalu ada harapan.

Karena menurut saya novel ini (sungguh) bagus, dan diterjemahkan dengan baik pula, saya memberikan 4 dari 5 bintang.

Hosseini masih favorit saya, dan semoga kita tidak perlu menunggu sampai enam tahun berikutnya (lagi) untuk membaca karya berikutnya.


Thursday, November 14, 2013

A Note Before Bed





I think I deserve something beautiful.” ―  Elizabeth Gilbert.

Jam menunjukkan pukul 00:02 WIB ketika saya mengetik artikel ini, di kamar hotel di Bandung, di tengah acara dinas kantor, sesaat setelah meeting bersama rekan-rekan dan mengecek beberapa persiapan untuk acara esok pagi.

Rasanya? Jangan tanya. Capek luar biasa. Apalagi persiapan acara ini menyita waktu dari beberapa minggu sebelumnya. Dan rasa lelah itu masih ditambah kangen bukan alang kepalang, pada keluarga yang ada di rumah. My two precious.

Tapi bukannya tidur, saya malah duduk di sini, membuka laptop dan mulai mengetik. Saya masih punya hutang janji. Hutang yang harus ditepati, karena saya telah sepakat sedari awal untuk memulai, maka teriring pula tanggung jawab untuk melunasi. Rasanya, saya tidak akan bisa tidur sebelum jatah setor tulisan ini selesai. Walaupun sejatinya tidak tahu persis, apa yang akan saya tulis.

Ah... Kali ini biarkan saja jari-jari ini mengetik mengalir apa adanya. Kalau di tema minggu pertama, kedua, dan ketiga kemarin saya masih bisa melakukan riset untuk bahan tulisan, untuk kali ini rasanya saya tak sanggup. Biarlah untuk sekali ini saja, tulisan ini tumpah dengan sendirinya, sesuka tangan ini menulisnya.

Sepertinya belum lama ya, deadline postingan pertama, kedua dan ketiga berlalu. Tiba-tiba saja sudah minggu terakhir. Time flies. Tanpa terasa, waktu turut menderu bersama kita. Ketika kita berlari-lari melintasi hari, dia pun turut berderap di sisi, seringkali tanpa kita sadari.

Kalau diingat-ingat lagi, mengapa saya ikut lomba ini, semuanya berawal dari tweet yang saya baca di timeline hari Senin, 21 Oktober 2013 lalu. Ada lomba blog, katanya. Hadiahnya Acer Aspire E1. Entah bagaimana, tiba-tiba saja tanpa pikir panjang saya mendaftar, beberapa saat sebelum deadline pendaftaran ditutup. Pada saat itu saya tidak menduga implikasi dari urusan daftar-mendaftar ini bisa menjadi rentetan hal yang mendebarkan, melelahkan, sekaligus menyenangkan.

Sungguh, menulis itu tidak semudah kelihatannya. Kecuali anda berhasil membuat playlist musik yang mampu mengorbitkan mood sampai ke langit ketujuh, dan membuat kata-kata terjalin keluar dari kepala begitu saja seperti untaian mutiara. Namun sayangnya, emosi yang mengalun dari lagu-lagu cinta, hanya membantu pada saat menulis cerita fiksi. Bukan untuk artikel seperti ini.

Tapi sungguh pula, ketidakmudahan itu tidak membuat menulis kehilangan daya tariknya, bagi saya. Seperti anak-anak yang menanti gula-gula kapas. Dari bentuk kristal gula pasir, yang dituang ke dalam mesin pemutar, menjadi serat-serat tak beraturan, kemudian dipintal tanpa pola; tanpa kejelasan akan jadi apa nanti benang-benang halus itu. Dan tiba-tiba saja dia sudah menggembung dengan cantiknya, menggoda siapa saja yang melihatnya. Bagi saya, menulis pun begitu. Lebih sering saya tak tahu akan seperti apa hasil akhirnya. Saya hanya mulai saja. Dan kata-kata yang memilih bentuknya sendiri.

"Seperti masih kurang saja maumu ini dan itu, yang kurang itu waktu tidurmu." kata seorang sahabat ketika saya menceritakan rangkaian 30 Hari Blog Challenge ini. Empat deadline tulisan berbeda, dalam empat minggu, dengan tema yang nyaris sama. Fiuhh... Menguras energi. Dengan tema seputar gadget, yang sebenarnya jauh dari genre saya.

Tapi ternyata pilihan saya tidak keliru. Kompetisi ini sungguh menyenangkan. Berada di antara sesama Emak yang aktif, cerdas dan melek teknologi, menularkan aura positif kepada saya. Saya mulai menulis lagi setelah sekian lama pasif karena tenggelam oleh pekerjaan kantor dan urusan rumah tangga. Bersama para Emak yang punya passion menulis, semangat itu hidup lagi, dan ide mulai tumpah ruah di kepala. Pada akhirnya menang atau kalah adalah nomor sekian, yang terpenting adalah berani menantang diri sendiri, sejauh apa saya bisa mencapai, sebaik apa usaha yang bisa saya lakukan, sebesar apa saya bertumbuh, berkembang, dan memperbaiki diri.

But most of all, I write because I love writing.

Tiga minggu telah terlewati dengan cicilan hutang yang terlunasi. Dan kali ini saya pun yakin akan berhasil juga. Walaupun di antara himpitan pekerjaan dalam kehidupan nyata, walau harus mengurangi banyak jatah waktu tidur, walau sebagian besar dari tulisan-tulisan itu dikerjakan lewat tengah malam hingga dini hari ketika saya jauh dari rumah dan keluarga tercinta, walaupun dengan notebook pinjaman suami, karena notebook milik saya terlampau berat dan tebal untuk dibawa pergi kesana kemari. Walaupun dengan galau dan kangen yang campur aduk.

Tapi saya pasti menyelesaikannya. Dan sudah berusaha sebaik yang saya, penulis amatiran ini, bisa lakukan.

Setelah semua kerja keras itu, rasanya saya berhak memberi hadiah dan ucapan terima kasih pada diri sendiri. Dan Acer Slim Aspire E1, yang didukung performa Intel® Processor di dalamnya, akan menjadi hadiah kejutan yang manis. Saya tidak perlu lagi rebutan notebook tipis dengan suami, saya bisa lebih banyak menulis, sekaligus tampil keren dengan notebook slim yang paling tipis di kelasnya. Setelah hari-hari yang melelahkan dalam pekerjaan, keriuhan kompetisi dan tekanan deadline selama beberapa minggu terakhir ini, adakah kado yang lebih indah?

Saya menelan tegukan terakhir dari cangkir teh yang telah menemani sejam belakangan ini. Tanpa terasa sudah pukul dua dini hari. Masih ada tanggungan laporan yang belum diselesaikan. Tapi kali ini, rasanya sudah benar-benar tak sanggup lagi.

"Slow down mummy, I know you work a lot.
But sometimes mummy, it's nice when you just stop."

Quote R. King yang terpasang di status update seorang teman, membuat saya tersenyum.

Ah... sudahlah. Kali ini mari kita tidur saja, melepaskan penat dan tegang urat kepala, mengistirahatkan mata dan hati. Sembari berharap, esok pagi, mungkin pekerjaan akan menyelesaikan dirinya sendiri.

I think I deserve something beautiful.

--


Tulisan ini diikutsertakan dalam event “30 Hari Blog Challenge, Bikin Notebook 30% Lebih Tipis” yang diselenggarakan oleh Kumpulan Emak Blogger (KEB) dan Acer Indonesia.



Wednesday, November 6, 2013

Emak dan Notebook : Optimalisasi Peran Ganda Emak

Masihkah kita ingat masa-masa tanpa "Google"? Atau ketika handphone masih menjadi barang mewah yang hanya dimiliki segelintir orang, itu pun dengan ukuran dan antena sebesar Handy Talkie?

Menakjubkan bukan betapa pesatnya teknologi berkembang dalam satu dekade terakhir. Kini pagi hari diawali tak hanya dengan secangkir kopi, namun juga sembari mengakses teknologi, entah itu untuk mencari berita terbaru atau sekedar membuka sosial media.


Teknologi, dulu dan sekarang. (Credit)


Dampak Perkembangan Teknologi Bagi Emak

Sebagaimana seluruh lapisan masyarakat yang terpapar pesatnya perkembangan ini, demikian pula dengan para Emak. Seiring pertumbuhan ekonomi dan terbukanya kesempatan bagi wanita untuk mengakses informasi seluas-luasnya maka trend gaya hidup pun mengalami perubahan. Teknologi telah menjadi bagian dalam kehidupan keseharian Emak masa kini.

Penelitian menunjukkan bahwa rata-rata Emak menghabiskan 24 jam waktu mereka dalam seminggu  untuk berselancar dengan Internet, yang mereka gunakan untuk membangun hubungan di dunia maya dengan rekan dan keluarga, mencari informasi terbaru, dan memanfaatkan fasilitas internet untuk membantu menjalankan rutinitas kegiatan. Jumlah waktu tersebut bisa bertambah untuk para Emak bekerja yang menggunakan Internet sebagai sumber daya pendukung utama dalam pekerjaan.

Penelitian juga menunjukkan bahwa notebook/laptop menempati urutan pertama gadget terfavorit bagi para Emak setelah desktop PC. Hal ini antara lain disebabkan karena notebook memberikan kemudahan dalam penggunaan, dan memiliki fitur yang lebih lengkap.


Hasil survei kepemilikan gadget dengan responden American Mom. (Credit)


Peran Ganda Emak 

Seringkali disebut, Emak adalah jagonya multitasking. Lihat saja, Emak bisa melakukan beberapa hal yang tidak saling terkait. Sambil memasak, sembari update status, sekaligus menyiapkan anak untuk ke sekolah. Belum lagi bila Emak bekerja, seperti saya, di antara huru hara pagi hari, saya pun harus menyiapkan diri sendiri untuk ke kantor, kadang sembari pula menyelesaikan tugas dan mengirim email.

Kondisi dan situasi acap menjadikan Emak untuk memiliki peran ganda. Di satu sisi, Emak dituntut untuk bertanggung jawab dalam urusan rumah tangga, termasuk di dalamnya urusan rumah, anak dan suami. Sementara di sisi lain, Emak juga dituntut untuk mengaktualisasi diri, baik karena dorongan ekonomi maupun karena keinginan untuk mencapai sesuatu.

Masing-masing peran tersebut, sekalipun tidak terkait satu sama lain, seringkali beririsan sehingga Emak harus pandai-pandai mengatur dan mengorganisir tugas-tugasnya, agar kedua peran dapat berjalan dengan sama baiknya. Dan untuk melakukannya secara optimal, Emak membutuhkan alat bantu berupa teknologi.





Peran ganda Emak, masing-masing memikul tanggung jawab besar. (Credit)


Manfaat Teknologi Bagi Peran Ganda Emak

Teknologi sejauh digunakan dengan bijak dan pada tempatnya, tentu memiliki segudang manfaat, termasuk bagi para Emak. Di antara manfaat tersebut adalah sebagai berikut :

1. Teknologi membantu Emak untuk berkomunikasi dengan keluarganya, teman-temannya, maupun rekan kerjanya. Hal ini membuat Emak di waktu-waktu sibuknya tetap merasa terhubung dengan orang-orang terdekatnya.

2. Teknologi membantu Emak menyelesaikan tugas dengan lebih efektif. Ini tentunya menghemat waktu, Emak pun bisa mengalihkan sisa waktu yang dimiliki untuk melakukan hal lain. Apalagi terkait pekerjaan, kehadiran teknologi tentu menjadi hal utama yang sangat mendukung kinerja.

3. Teknologi membuat hidup Emak dan keluarga menjadi lebih mudah dan lebih menyenangkan. Emak bisa mengorganisir tugas-tugasnya, Emak bisa menikmati me time, Emak bisa mengajak putra-putrinya untuk belajar dan bermain dengan bantuan teknologi, dan banyak hal lainnya.


Teknologi Terfavorit dan Penggunaan Terfavorit

Notebook, telah disebutkan dalam satu penelitian sebagai gagdet terfavorit bagi para Emak, tentunya dinobatkan sebagai gadget paling digemari bukannya tanpa alasan. Banyak hal bisa Emak lakukan dengan notebook, yang mendukung karakteristik multitasking Emak.

Berikut hanya contoh sebagian dari yang saya lakukan dengan bantuan notebook :

1. Mengolah data untuk keperluan pekerjaan.
2. Mengupdate informasi melalui portal berita online.
3. Belanja online.
4. Update sosial media, chatting dan mengirim email.
5. Browsing resep.
6. Menulis artikel.
7. Blogging dan blogwalking.
8. Membayar tagihan.
9. Me time bersama keluarga (game, film).

Dari semua point tersebut, penggunaan terbesar yang saya lakukan adalah untuk mendukung pekerjaan. Karena saya adalah Emak yang bekerja di bidang pelaporan dan pengolahan data, maka keberadaan notebook merupakan hal yang mutlak. Tanpa notebook, saya akan kesulitan menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab saya.

Sedangkan di rumah, penggunaan terbesar termasuk yang digunakan oleh suami dan anak saya, adalah untuk me time bersama keluarga. Kami sering menghabiskan waktu bersama di ruang keluarga sambil bermain game dan menonton film kartun kegemaran Najwa, putri saya. Saya dan suami memang menyediakan waktu baginya untuk mengakses teknologi, tentunya dengan didampingi. Kami menginstalkan games edukatif. Selain itu kami juga mengunduh serial film kartun favoritnya, yang sering kami tonton bersama terutama di akhir minggu.


Survey pun menunjukkan bahwa games masih menjadi favorit utama. (Credit)


Notebook Slim : Handal untuk Bekerja, dan Asyik untuk Bermain Bersama Keluarga

Teknologi yang terus berkembang, menghadirkan berbagai tipe notebook terbaru ke pasaran. Salah satu yang terbaru adalah Acer Aspire E1-432 yang didukung performa Intel® Processor di dalamnya.  Keunggulan utama dari notebook Acer Aspire E1-432 ini adalah penggunaan prosesor Intel 4th Gen terbaru, atau lebih dikenal dengan kode nama Haswell. Arsitektur Haswell ini bekerja dengan sangat efisien, sehingga daya tahan baterai menjadi maksimal. Selain itu, prosesor ini telah terintegrasi dengan Intel HD graphics terbaru. 

Jika pada umumnya notebook berukuran layar 14” yang dilengkapi DVD-RW memiliki dimensi yang cukup tebal, namun Acer Aspire E1-432 hanya memiliki ketebalan sekitar 25.3 mm saja. Dibandingkan dengan notebook konvensional lainnya, notebook ini memiliki dimensi 30% lebih tipis. 

Acer Aspire E1-432, Notebook slim dan didukung prosesor andal


Spesifikasi tersebut menjamin notebook ini mampu memenuhi kebutuhan para Emak. Sebagai contoh, dengan prosesor handal, pekerjaan olah data dengan berbagai transaksi yang biasa saya lakukan tentu akan menjadi lebih cepat. Sedangkan dengan kartu grafis terbaru, tentunya aktivitas me time bersama keluarga, seperti menonton film dan bermain games akan terasa lebih mudah dan menyenangkan.

Acer Aspire E1-432 adalah jawaban bagi para Emak yang menginginkan notebook dengan fitur esensial yang lengkap namun dengan form factor yang lebih bersahabat. Notebook ini mendukung Emak agar optimal dalam melaksanakan peran gandanya : memiliki partner yang handal untuk bekerja, sekaligus asyik untuk bermain bersama keluarga, plus bonus tampil keren dengan notebook slim yang paling tipis di kelasnya.


Still don't know how she does it?
Well, maybe because she has a pretty cool notebook inside her slim leather bag.



Tulisan ini diikutsertakan dalam event “30 Hari Blog Challenge, Bikin Notebook 30% Lebih Tipis” yang diselenggarakan oleh Kumpulan Emak Blogger (KEB) dan Acer Indonesia


Catatan :
Blog post ini terdiri dari 989 kata tidak termasuk judul dan kalimat penutup keikutsertaan dalam event 30 Hari Blog Challenge.



Sunday, November 3, 2013

Diari Wiken : Happy Long Belated Weekend

Postingan ini sebenernya sudah nyangkut di draft selama lebih dari dua minggu. :D Tapi karena gak selesai-selesai sehubungan dengan padatnya jadwal virtual life dan real life :D Jadi baru sempet dipublish sekarang. Yah, udah susah-susah ditulis, sayang kan kalau nggak dipublish, hehe.

Akhirnya, datanglah loooong wiken yang ditunggu-tunggu. Plus-plus sih, plus sehari di depan dan sehari di belakang. Yang sehari di depan, ijin karena mudik. Yang sehari di belakang, ijin karena sakit. :D

Yaa.. sebenernya sudah agak-agak jauuh lewat sih long wiken-nya :D, tapi karena kemarin-kemarin lom sempet, gak papalah ya, rada telat yang penting tetep eksis.

So, beginilah kiranya kronologis long wiken ceria yang telah jauh berlalu itu :

Jumat

Jadi Jumatnya, saya ijin sehari karena mau mudik ke Tasikmalaya, ke rumah papah dan mamah. Soalnya ada adek sepupunya Ayah mau nikah hari Sabtu-nya. Secara Tasikmalaya itu ngga dekat, dan akadnya direncanain pagi, supaya ngga gedubrak-gedubruk kita pilih pulang sehari lebih awal. Berdua aja, hohoho. Iya, Najwa ngga diajak, soalnya cuma semalam di Tasik dan habis acara nikahan kita mau langsung pulang. Kalau Najwa ngikut, kasian ntar kecapean. Jadi Najwa ditinggal di Bogor sama Eyang Uti, sementara bapak-emaknya honeymoon. :D

Jumat siang pun kita mudik. Naik bis ajalah, biar ngirit dan ngga kecapean, karena kalau di bis kan bisa molor sepanjang jalan. :D Sampai di terminal buru-buru naik, jadi nggak sempat beli perbekalan. Cuma sempat beli teh botol aja, mikirnya ah nanti toh berhenti juga di tempat istirahat kan, bisa beli makan di sana.

Karena belom makan siang, jadi lumayan kelaparan di jalan, apalagi gak bawa perbekalan. Waktu akhirnya bis berhenti di rumah makan tempat peristirahatan, jingkrak-jingkrak deh di hati, udah kebayang aja nasi anget ayam goreng. :D Nungguin ayah sholat dulu, barulah kita ngacir masuk ke rumah makannya. Begitu masuk, ngelihat model prasmanan, lauk dijejer-jejer dan nggak ditutupin, dan banyak lalatnya. :( :( Mundur teratur deh. Iya sih, ngerti namanya juga di jalan, ga boleh rewel ini itu soal makan, tapi kalau udah banyak lalat gitu....jadi gimana ya, mau makannya nggak tega juga. Akhirnya batal deh kita beli makan. Jadinya beli crackers aja sama minum. Lumayan, sebungkus crackers ngeganjel perut sampai Tasikmalaya. :D

Sampai Tasik udah malam, kita turun bis dan disambung angkot, trus turun depan gang rumah. Bukannya langsung masuk rumah, tapi masuk warung tenda Batagor Kopo dahulu. Setelah sepiring batagor kopo dan sambalnya nan mantep bersemayam di perut, barulah rasanya legaaaa... :D

Habis makan baru masuk rumah papah mamah, disambut dengan cipika cipiki keluarga besarnya Ayah yang sebagian udah pada datang. Hiks hiks, sedikit nyesel juga ngga bawa Najwa karena Najwanya ditunggu-tunggu sama yang lain, dan pasti dia seneng banget kalau rame-rame begitu, tapi ya daripada kecapean semalam doang nginep. Lain kali ya Insya Alloh Najwa main lagi ke Tasikmalaya.

Karena udah malam jadi ngobrolnya sebentar aja, trus semua beranjak tidur deh. Simpan energi buat acara besok, biar mukanya fresh dan cantik-cantik. :D


Sabtu

Karena rencana akadnya jam delapan pagi, jadi dari pagi udah pada siap-siap, antri mandi dan sarapan. Mamah dan tante udah siapin sarapan mantep berupa lontong dan kari ayam. Sebagai info, di keluarga besar Ayah ini ada satu Tante yang jadi master chef andalan. Tiap kali ngumpul, selalu jadi kepala koki di dapur dan masak-masak yang enyak-enyak. Saya mah, jurusan ngupas-ngupas aja. Ngupas bawang, ngupas kentang, yang gampang-gampang ajah... :D

Habis mandi dan sarapan mulai deh pada dandan. Karena saya gak bisa dandan, maka saya nggak dandan. Cuma pakai pelembap, bedak, dan lipgloss aja, udah. :D Gak masalah sih, Ayah juga bilang udah ga usah pakai make up, gitu juga udah cantik (ceileeeee *merona*). Masalahnya cuman, kerudung ini gak tau gimana makenya. Kan seragam keluarga kombinasi dua warna, abu dan magenta. Kerudung juga ada dua, abu dan magenta. Saya gak tau nih mesti belibet lilit puntir gimana ini makenya, secara sehari-hari cuman ada satu gaya pakai kerudung, gaya dasar bin basic, dari pertama pakai kerudung ya gitu-gitu aja.

Karena udah mepet waktu dan udah berusaha praktek gaya-gaya hijabers nan cantik-cantik hasil browsing di internet, tetep gagal juga, ujung-ujungnya ikut ngantri di penata rias yang kebetulan memang ada yang datang ke rumah buat ngerias ibunya pengantin. Saya ngantri buat di make over kerudung aja, rias wajahnya sih enggak. Dan si ibu perias ini, cuma butuh waktu kurang dari 5 menit, sim salabim, udah jadi aja tuh kerudung ala kondangan. Rapi dan cakep lagi.

Pengalaman ini membuat saya jadi mikir, kayanya memang mesti perlu menguasai minimal satu gaya kerudung kondangan, jadi kalau mau kondangan ngga ribet dan bingung. Okeh, nanti kita browsing-browsing tutorial hijab yah! *tekad*


Jadi beginilah penampakannya setelah di make over, lumayan kan? :D


Selesai dandan dan semua orang siap, maka beramai-ramailah kita menuju lokasi acara pernikahan adek sepupu. Terrrrnyataa... jauuuuuuuh... :D Sempet deg-degan takut telat. Ya emang telat sih, tapi cuma 15 menit. Jadi rencana akad jam 8 pagi, nyampe lokasi rombongan kita jam 8.15. Langsung deh begitu mak-mak rempong ini nyampe, acara digelar.

Acara nikahannya adat Sunda, tentunya dengan MC, khotbah dan petuah sesepuh pakai Sundanese juga. Alhasil total roaminglah daku. Gak ada yang nyantol. :D Untungnya prosesi akad pakai Bahasa Indonesia, jadi minimal dari keseluruhan rangkaian acara, ada yang dingertiin dah.

Setelah proses akad, sungkeman, saweran, mempelai bersanding di pelaminan dan hiburan mulai dinyanyikan, kita makan-makan deh. Habis makan-makan, karena udah siang, akhirnya rombongan pamit pulang. Resepsinya sendiri kayanya dilanjut sampai sore.

Nyampe rumah, yang pertama dilakukan adalah, mandi! Di tempat acara dan sepanjang perjalanan pulang gerah banget rasanya, keringetan sampai baju basah. Begitu mandi dan ganti baju bersih, rasanya suci kembali seperti terlahir ke dunia (halah). Habis mandi kita capcus ke Swalayan, beli bingkisan buat sepupu yang baru lahiran. Trus bingkisannya kita titipin ke Tante karena kita gak sempet nengok, kan mau langsung pulang.

Sama papah dianterin pakai mobil ke pool bis, tadinya sih mau ngangkot, tapi berhubung ketambahan tentengan kardus oleh-oleh, papah kasian juga sama anak dan menantunya nan imut ini kalo berjubelan di angkot :D Sampai pool bis, persis pas bis Eksekutif ngetem di depan kita. Alhamdulillah, langsung naik. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, sebelum berangkat kita melengkapi dengan perbekalan makan dan minum segala rupa :D Ayah seneng banget nih dapat bis Eksejutif, karena selain longgar dan nyaman, di belakang ada smoking roomnya, jadi doi bisa ngeksis di belakang kalau lagi bete.

Bis mendarat di Kampung Rambutan sekitar jam setengah sepuluh malam. Langsung pindah ke angkot, dan ngangkot sampai stasiun KRL Tanjung Barat, trus lanjut naik KRL ke Bogor. Sampai rumah jam sebelasan. Di rumah udah pada tidur, dan ternyata adek-adek ipar-ponakan udah pada datang, hore, besok rame dong. :D

Walaupun kelelahan habis backpacking dua hari, sebagai nyonya rumah yang baik, sampai rumah saya pun bersih-bersih ala kadarnya. Urusan cucian, pembagian kasur (karena banyak yang mo dateng nginep), beres-beres dikitlah, browsingan dikit (masih sempet yeeee), baru habis itu bobok cantik. :D


Minggu

Eyang akung dan adek bontot (aunty-nya Najwa) nyampe dari Jogja. Perjalanan jauh, kecapean, jadi sampe Bogor rombongan langsung leyeh-leyeh istirahat. Karena ada Eyang Uti, urusan masak-masak diserahkan kepada Eyang Uti. Saya malas ngedapur urusan rapi-rapi dan bersih-bersih aja. :D

By the way, Najwa seneng banget karena ada adeknya, Ashraf. Biasanya sepi sih sendirian di rumah, nah sekarang ada lawannya. Mainan melulu berdua, tapi seringan yang gede menjajah yang kecil -___-" Nak, bermainnya berbagi yaaa, sama-samaa....


Yang rukun ya, duo ganteng dan cantik....


Sepagian gegulingan melepaskan lelah perjalanan, siangnya udah segeran. Trus para aunty ngajakin jalan. Karena riskan hujan (udah mendung soalnya), jadi kita milih ngemall aja, aman dari serbuan hujan. Pilihan jatuh ke mall Ekalokasari Plaza, orang Bogor sih suka nyingkat sebutannya jadi Ekalos. Soalnya adek belom pernah ke Ekalos dan konon katanya di sana ada permainan edukatifnya. Jadi ya sudah, kita capcus kesana bareng krucils. Eyang akung dan uti ditinggal di rumah buat bersih-bersih istirahat.

Jalan ke Ekalos lumayan macetos, maklum kalau liburan begini orang Jakarta pindah ke Bogor semua. Tapi syukurlah kita gampang dapat parkir, pas kebetulan kita lewat pas ada mobil yang keluar. Kita langsung naik ke lantai 2, tempat permainan anak-anak. Mainannya sih nggak banyak, tapi kebetulan Najwa suka, jadi ya langsung aja dia jejingkrakan begitu ngelihat tempat mainannya. Yang disasar pertama, woohoo, ya jelas kereta. Sebagai pecinta Thomas, Chuggington dan Cho Cho Soul, Najwa langsung duduk mantep, gak mau di gerbong pula, maunya di lokomotif kereta di samping mbaknya yang jadi masinis. Yah, mohon maklum ya Mbak, untung mbaknya sabar. :D Dua kali puteran, langsung digendong turun sama Bunda. Sudah, udah cukup. Bisa bangkrut nanti Bundanya kalau naik kereta gak berenti-berenti. :D

Habis naik kereta, lihat adek Ashraf naik barongsay. Ditawarin, tapi Najwa nggak tertarik. Ya sudahlah, lanjut kita ke counter berikutnya. Nah, habis permainan barongsay itu ada counter melukis-mewarnai. Maknya langsung tertarik, berbau edukatif nih. :D Setelah dilihat-lihat, ternyata menarik juga. Jadi ada berbagai bentuk, semacam bingkai begitu, yang bisa kita "isi" tengah-tengah bingkainya dengan cat aneka warna. Bingkai ini nanti ditaruh dulu di atas pelat (kaya loyang kue kering) trus dioven supaya menempel sama pelatnya, jadi nggak lari-lari/geser-geser ketika diwarnai nanti. Habis dioven dan didinginkan, baru kita warnai pakai cat yang disediakan di botol-botol plastik. Tinggal pencet aja botolnya buat ngisi warna-warna di bingkainya. Sempat khawatir juga, mau nggak ya Najwa main beginian, kan dia nggak terlalu suka mewarnai, nanti dah dibeli mahal-mahal eh taunya anaknya nggak mau, mubazir kan. Tapi pas saya tanya, Najwa mau mewarnai pakai ini? Dan saya tunjukin caranya, dia bilang mau. Okelah, kita coba aja.

Ternyata, Najwa tertarik looooh...walaupun belepotan (pakai celemek sih, jadi bajunya aman). Eh, cuman.... yang tertarik gak cuma Najwa, yang gede-gede juga. Awalnya Najwa sendiri yang sibuk mainan cat. Habis itu ayahnya lihat, kok kayanya asyik. Trus ayahnya ikutan deh. :D Eh, habis itu para aunty ikutan juga. Walhasil workshop anak-anak jadi workshop keluarga :D Hasil warnanya? Jangan ditanya, campur baur tiada dua. Tapi namanya seni, makin nyentrik makin apik bukan? *beladiri* Setelah dioven sampai catnya kering, trus disambung-sambung sampai akhirnya jadi hiasan gantungan lucu. Najwa suka banget sama hasil karyanya, kemana-mana dibawa. Kata Najwa, "Ke Ekalos lagi Bunda, mau main cat." Iya Nak, nanti kalau libur ya.. :)


Perasaan yang mau mewarnai tadinya Najwa, kenapa jadi ikutan semuanya?


Habis dari Ekalos trus kita main ke Paper Studio di lantai bawahnya, ternyata Paper Studio itu adalah toko craft khusus untuk yang suka buat scrapbook. Ada macam-macam bentuk hiasan dan bahan kertas di sana, kita jadi punya kesempatan buat berekspresi via scrapbook dengan banyak pilihan bentuk dekorasi. Ada beberapa yang udah jadi dan cakep-cakep banget. Definitely a must try item. Karena udah terlanjur pada laper jadi kemarin belom jadi beli sih, cuma lihat-lihat aja. Sayangnya gak boleh difoto, padahal banyak banget hiasan yang imut-imut bin cute, apalagi contoh scrapbook yang udah jadi di sana bagus-bagus deh. Kayanya dibikin sama orang yang punya bakat seni deh, kalau saya, entahlah apakah akan bisa menjadi seperti itu :D


Begini lho, yang namanya scrapbook itu kurang lebih. Jadi hiasan dekoratifnya dijual terpisah dan ditempel satu-persatu sesuai kreativitas kita. Picture taken from here.


Setelah puas lihat-lihat Paper Studio, walaupun nggak beli, hehe, akhirnya kami pulang dalam keadaan lapar. Sampai rumah udah ditunggu masakan eyang uti yang enak dan terasa makin enak karena lapar itu tadi :D Apalagi ada ampela cabai hijau, wow.

Malamnya semua bobok cantik karena kecapean, sweet dream..


Senin

Hari seninnya, aunty Bebe ngantor di Bogor, hehe. Emang sengaja dipas-pasin. Pas lagi di Bogor, ambil kantor yang Bogor, jadi ngga perlu bolos. Kan kantornya ngga ikut cuti bersama. #modus #akalbulus. Sementara maknya ngantor, Ashraf ditinggal di rumah, main-main sampai puas sama kakak Najwa.

Aunty Cicit punya rencana sendiri. Jalan-jalan ke Taman Safari sama Oom Aan. Anak muda, lain lah jurusannya. :D Maknya Najwa sih, di rumah aja, bebersih dan beberes, cuci-cuci, dari kemaren belom sempet. Sorenya, Auty Bebe, Ashraf, dan Bapaknya (iyalah, masa ditinggal) pulang. Naj dadah-dadah kiss bye ke adeknya. Penghuni rumah pun berkurang, ramenya juga berkurang, hiks.


Selasa

Hari raya kurban pun, tiba. Idul Adha. Pagi-pagi udah dibangunin Eyang Uti dan siap-siap untuk sholat Ied. Najwa pun ikutan juga. Kita ambil posisi shalat di luar masjid yang lebih berangin supaya Najwa ngga cranky kepanasan. Tapi tetap aja cranky, karena lupa bawa susunya. Pas ngerasa laper, mulai rewel deh Najwa. Daripada ganggu orang dengerin khotib, yaudah saya sama Najwa pulang duluan aja. Sampe rumah kasih maem ke Najwa trus masak-masak buat sarapan, supaya yang baru pulang dari masjid bisa langsung sarapan.

Habis sarapan, Eyang Akung, Eyang Uti dan Aunty siap-siap pulang ke Semarang. Sempat ada insiden karena Oom Aan yang didaulat jadi supir cabutan ternyata berangkat dari Serpongnya siang banget. Kan rencananya pagi. No body like waiting :D Tapi emang Oom Aan dari sononya udah woles gitu sih gayanya :D Akhirnya tetep juga berangkat (walaupun jadinya siangan dari jadwal).

Setelah ditinggal para Eyangs dan Aunties, mulai deh galauisasi :D. Ya kan kerasa banget tu, habis rumah rame trus tiba-tiba sepi nyet. Dan baru kerasa.....cuapekknyyaaaaa.... :D Tapi walau begitu, sungguh liburan yang meriah dan menyenangkan. Seru abis karena semuanya ngumpul. Sering-sering dong Eyangs dan Aunties main ke Bogornya yaaaa.....

Dan, besoknya, saya pun ijin gak ngantor karena sakit kecapean. ;p


Thursday, October 31, 2013

Jadi Emak Keren, Siapa Takut?


Gambar diambil dari sini


Sepuluh tahun yang lalu, ketika masih menenteng diktat kuliah, memakai sepatu kets, dan menstarter Honda Astrea kemana-mana, saya selalu merasa menjadi mahasiswa super keren karena super pethakilan kemana-mana, bahkan lebih banyak mondar-mandir dibanding setrika.

As time goes by, terutama ketika saya sudah punya "buntut", perasaan super keren itu meluntur perlahan. Tidak lagi merasa sekeren dulu, ketika belum banyak lipatan lemak bersembunyi di tubuh dan lincah bergerak kesana kemari. Sekarang boro-boro, jalan cepat saja capek. Tidak lagi merasa sekeren dulu, yang selalu praktis karena cukup membawa tas kecil yang manis, yang penting diktat dan buku catatan masuk ke dalam. Sekarang boro-boro, tas yang saya bawa pasti model tote bag besar, pokoknya kantong doraemon yang muat segala hal, mulai dari popok sampai charger.

"Benarkah saya tak lagi sekeren dulu?" Bertanya lebih jauh ke diri sendiri, dan melihat kembali apa yang sebenarnya saya keluhkan. Apa saja sih?

Lemak. Iya sih, definitely. Bawaan waktu hamil dulu. Tapi, sudah jauuuh berkurang. Saya naik 23 kilo selama hamil, dan saat ini ketika anak saya masuk kelompok bermain, saya sudah kehilangan 20 kilo. Tinggal 3 kilo lagi. Gak buruk-buruk amat lah. :D

Waktu yang terbatas. Sebenarnya sih, bukan waktunya. Tapi karena ada lebih banyak hal yang harus diurus : pekerjaan kantor, rumah, suami, anak, maka rasanya waktu yang saya miliki tak lagi sebebas merpati dulu ketika belum punya tanggung jawab apa-apa selain ujian akhir semester.

Kesempatan me time. Dulu, saya bisa mengeram seharian di rental komik atau toko buku, membaca gratisan memilih buku untuk dihabiskan di akhir minggu. Atau, nongkrong bareng teman-teman di coffee shop, membicarakan tetek bengek mulai dari ibu kost menyebalkan sampai mantan pacar. Sekarang boro-boro. Mau keluar sendiri saja, susahnya setengah mati. Bisa keluar sendiri hanya pas ngantor. Rasanya bersalah kalau meninggalkan rumah, anak dan suami untuk suka ria seorang diri, karena setiap hari kerja dan jam kerja saya sudah meninggalkan mereka.

Dan mungkin kalau diteruskan, daftar ini akan makin panjang kali lebar. Bukankah mengeluh adalah pekerjaan yang paling gampang?

Tapi, masa iya sih, saya akan terus merutuki diri sendiri macam begitu. Yang ada nanti malah bukannya mendapatkan solusi, tapi makin menambah masalah dalam hidup yang sejatinya sudah penuh masalah. Daripada menghitung apa yang tidak kita miliki, lebih baik menghitung apa yang sudah kita miliki kan? Kemudian saya menghitung sepuluh hal terbaik yang saya miliki dan menulisnya di sini.

Setelah menuliskannya, saya baru menyadari, bahwa saya memiliki hal-hal terbaik dalam hidup, dan yang paling penting adalah, saya bahagia karenanya. Nah. Coret sudah galauisasi dan keluhanisasi ini dan itu. Apa yang saya miliki saat ini, jauh lebih penting dari semua itu.

Tapi, ah, tapi, balik lagi. Apa nggak bisa ya, bahagia dan mensyukuri semua itu, sambil tetap merasa super keren seperti sepuluh tahun yang lalu? Boleh kali. Kalau saya jadi emak yang keren, Najwa juga pasti bangga dan makin sayang sama emaknya. Kalau saya jadi istri keren, suami juga pasti makin cinta, ibadah kaaaan...

Oke, jadi saya sampai pada kesimpulan, bersyukur tetep, tapi jadi keren juga harus diusahakan. Mulai menginventarisir nih, apa saja yang bisa membuat saya jadi keren. Tentunya, indikator sudah tidak lagi sama seperti sepuluh tahun yang lampau, bukan lagi sepatu kets dan motor Honda. Saat ini, "keren" bagi saya adalah menjadi emak yang melek teknologi, update informasi, lebih kreatif dan efektif, serta makin gaya.

Untuk mencapai hal itu, saya butuh partner. Partner yang mendukung gaya emak masa kini. Yang praktis, canggih, sekaligus up to date. Nah, untuk urusan ini, notebook Acer Aspire E1-432 adalah calon partner potensial yang menjawab kebutuhan mak-mak yang butuh jadi keren.

Slim, jelas. Paling tipis di kelasnya, dan...gaya. Notebook ini bakal meng-upgrade dadakan level gaya emak yang memakainya. 30% lebih tipis, namun tetap dengan fitur yang hadir lengkap. Baterainya pun tahan lama, sehingga tidak perlu harus selalu ketemu colokan sepeti netbook yang saya pakai saat ini. Bahkan, punya DVD-RW. Kecuali anda seperti suami saya yang sosial medianya adalah forum advanced teknologi informasi yang membicarakan hal-hal rumit dan tak saya mengerti, sekali waktu anda masih membutuhkan fasilitas ini. Percayalah, karena netbook saya tidak memiliki fasilitas itu bahkan hanya sekedar untuk membaca CD, itu menambah satu kerepotan tersendiri untuk hal-hal tertentu.

Acer Aspire E1-432, Si Notebook Slim


This gadget is powerful. Jangankan hanya untuk mengolah data pekerjaan kantor. Mau browsing? Blogging? Update sosial media? Email? Reunian online? Edit foto? Belanja di online shop? Bayar tagihan? Apa yang Emak butuhkan untuk keperluan standar dari sebuah notebook, ada. Semua urusan mobile dan online Emak, dijamin kian praktis dan efektif.

Untuk masalah keterbatasan waktu, punya notebook andal yang bisa membantu menyelesaikan pekerjaan kita, jelas menghemat waktu. Misalnya nih, bayar tagihan nggak perlu jauh-jauh ke ATM karena bisa pakai mobile banking. Pekerjaan kantor bisa saya bawa pulang sehingga tidak perlu lembur. Waktu yang selama ini habis untuk mondar-mandir urusan offline itu jadi bisa saya alihkan ke hal lain.

Dan untuk me-time, jangan ragukan lagi. Mau menulis novel, bergabung di forum kristik, mencari resep, membaca artikel fashion terbaru, membeli buku online, jadi mudah. Praktis, Mak. Mau online lebih gampang, kapanpun, di manapun.

Oh, dan urusan lemak ya. :D Terkait ini, mari mencanangkan resolusi. Harus lebih banyak bergerak, lebih banyak berolahraga, biar lemak lebih banyak terbakar. Kalau notebook yang ditenteng atau dibawa di tas lebih tipis, mestinya kita jadi lebih ringan bergerak, kan? Jadi lebih mobile, lebih lincah. Gak hanya notebooknya yang slim, badan juga jadi lebih slim.

Masihkah galau masalah per-keren-an ini? Saya tidak lagi. Saya berujung pada kesimpulan, bahwa keren itu adalah teori relativitas yang harus diupayakan. Teori relativitas, karena indikator keren di tiap masa hidup kita berbeda. Namun demikian, untuk menjadi keren di setiap masa itu, perlu usaha untuk memperbaiki diri, terus belajar sembari tak lupa mensyukuri apa yang sudah kita miliki.

Dan jangan lupa, kita butuh partner. Sebagaimana pasangan hidup, menemukan partner yang tepat adalah daya dukung signifikan terhadap urusan per-keren-an ini. Notebook slim dan tipis, yang membuat mobile dan online makin praktis, adalah salah satunya.

Siap upgrade level keren?


Gambar diambil dari sini


Yuk..... Jadi sekeren Mak Angelina Jolie. ;)




Tulisan ini diikutsertakan dalam event “30 Hari Blog Challenge, Bikin Notebook 30% Lebih Tipis” yang diselenggarakan oleh Kumpulan Emak Blogger (KEB) dan Acer Indonesia.

Catatan :
Blog post ini terdiri dari 998 kata tidak termasuk judul dan kalimat penutup keikutsertaan dalam event 30 Hari Blog Challenge.



Thursday, October 24, 2013

Produktivitas ala Emak Masa Kini: Tipis dan Tidak Harus Mahal


Gambar diambil dari sini


Opini umum yang mencuat pertama kali ketika mendengar kata "Emak", pasti tak jauh-jauh dari urusan ibu-ibu. Masakan dan perdapuran, urusan anak dan suami bahkan tak jarang asosiasinya sampai ke arisan, infotainment, dan kegiatan ngerumpi. Gadget, mungkin akan menjadi hal kesekian (atau mungkin malah tidak sama sekali) yang akan muncul di kepala orang-orang.

Zaman nenek dan ibu kita dulu, ketika teknologi belum seramah dan seefisien sekarang, mungkin iya, hanya segelintir Emak yang akrab dengan gadget. Gadget masih merupakan barang eksklusif yang lebih cenderung menjadi barang maskulin dan lebih cocok dipakai pria.

Tapi faktanya, di masa teknologi informasi saat ini, gadget telah menjadi kebutuhan utama para Emak, yang disejajarkan sama pentingnya dengan daftar resep andalan, popok dan susu, bahkan tas dan sepatu. Kehadiran gadget tidak lagi hanya memenuhi kebutuhan sosialisasi semata, namun juga turut memberikan kontribusi pada pekerjaan sehari-hari, pemenuhan kebutuhan akan informasi, dan meningkatkan kepercayaan diri para Emak.

Bagi saya pribadi (yang termasuk dalam golongan Emak), istri, ibu satu putri dan juga bekerja, gadget sudah menjadi kebutuhan primer yang tidak lepas dari keseharian. Sebagai Emak dengan setumpuk kegiatan, gadget membantu saya mengorganisir bebagai kebutuhan, menjadi alat komunikasi, mendukung pekerjaan, sekaligus menjadi sarana relaksasi di waktu me-time.

Saat ini, selain smartphone, notebook adalah gadget terpenting bagi saya. Notebook membantu saya dalam melakukan pekerjaan kantor maupun di saat-saat me-time, untuk menulis, blogging, browsing, update sosial media, bertukar cerita dengan sahabat di berbagai tempat, dan hal-hal lainnya.

Para Emak seperti saya, sebagai sesama pengguna notebook yang sama-sama menjadikan notebook sebagai salah satu kebutuhan primer, pastilah mengharapkan kehadiran notebook andalan yang ramah Emak. Tuntutan aktivitas keseharian yang khas karakteristik Emak, menjadi faktor penentu pula yang menentukan suatu gadget, khususnya notebook, tergolong ramah Emak atau tidak.


Tipis, Ringan dan Ergonomis

Bawaan Emak itu, banyak. Tengok saja tasnya. Mulai dari dompet, botol susu, popok, baju ganti anak, cemilan, tissue, alat make up, charger, you name it. Ibarat kantong Doraemon, apapun yang dibutuhkan Emak pasti akan masuk ke dalam tasnya. Konsekuensinya tentu saja tas akan semakin berat.

Belum ditambah lagi Emak masa kini dengan mobilitas kesana kemari dan segudang kegiatan, pasti lebih cenderung memilih kepraktisan. Sudah bukan lagi masanya, kemana-mana menenteng tas khusus laptop yang tebal dengan notebook berat dan menghambat gerak. Emak membutuhkan gadget yang tipis, ringan dan compact. Kebutuhan terpenuhi, namun bahu tidak miring sebelah karena terlalu terbebani.

Sejalan dengan tuntutan tersebut, para produsen pun berlomba-lomba menciptakan produk yang sesuai keinginan konsumennya. Mulai dari pembalut sampai televisi, semua merk menawarkan teknologi terbaru mereka yang lebih tipis, dan lebih praktis.

Demikian pula para produsen produk-produk teknologi informasi. Menyadari bahwa notebook telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat modern, bahkan menjadi salah satu kebutuhan primer yang diakses dan digunakan dalam keseharian, diciptakanlah berbagai inovasi notebook tipis, ringan dan ergonomis.

Trend ini menguntungkan para Emak. Dengan aktivitas mulai dari urusan domestik, pekerjaan sampai me-time, kehadiran notebook tipis seolah menjawab kebutuhan Emak dengan tepat. Notebook tipis tentulah lebih handy, lebih ringan, lebih mudah masuk tas, dan lebih mudah dibawa-bawa.


Produktivitas Meningkat

Kecuali kita memiliki pengasuh, asisten rumah tangga, supir pribadi, tukang kebun dan koki, mengatur tetek-bengek urusan per-Emak-an bukanlah hal yang mudah, sekaligus tetap harus tampil cantik dan wajah bersinar.

Setiap pertimbangan dan pilihan yang dibuat Emak, tentunya harus mendukung dan memudahkan semua urusan itu. Satu dari sekian pilihan itu adalah pilihan atas gadget apa yang akan digunakan Emak untuk mendukung kegiatan kesehariannya.

Bagi saya, kehadiran notebook boleh dikata menjadi salah satu sumber daya yang membantu saya memenej dan mengorganisir banyak hal mulai dari urusan rumah, urusan kantor, sampai hobi. Sebagai contoh, dalam pekerjaan, saya menggunakan notebook untuk mengetik dan mengolah data, mencari informasi dan referensi, serta mengirimkan email. Dalam urusan rumah, saya menggunakan notebook untuk mencatat perencanaan keuangan dan pengeluaran, menyimpan file resep-resep, membayar transaksi melalui mobile banking, mengedit foto-foto, dan merekam milestone tumbuh kembang putri saya. Sementara dalam urusan me time, saya menggunakan notebook untuk menulis, blogging dan blogwalking, update sosial media, dan banyak lagi.

Seringkali berbagai urusan itu bersinggungan satu sama lain sehingga harus dikerjakan bersama. Sambil kerja, sembari nyicil ngeblog. Sambil nulis, sembari transfer bank dan booking tiket. Maka dari itu saya membutuhkan notebook yang reliable, yang mampu melakukan hal-hal tersebut, sekaligus sesuai dengan karakreristik saya tersebut.

Teknologi diciptakan dengan tujuan untuk membantu manusia agar dapat bekerja dengan lebih cepat, lebih efektif dan lebih efisien. Salah satu bentuk keefektifan itu adalah melalui desain yang lebih ringkas, lebih tipis, praktis, dan mudah digunakan.

Notebook yang tipis jelas menjadi pilihan saya.
Lebih tipis, lebih baik.
Lebih mudah dibawa, lebih transferable, lebih ringan.
Lebih produktif.


Tidak Harus Mahal

Sebagai Emak-Emak yang cinta penghematan, tentunya harga murah dan terjangkau menjadi pertimbangan utama dalam memilih notebook. Berbagai kebutuhan lain yang menanti untuk dipenuhi, dan kebiasaan para Emak yang suka membandingkan harga di antara produk-produk yang setipe, gadget yang menawarkan kualitas serupa namun dengan harga yang lebih murah tentunya menjadi pilihan utama.

Memang apabila dibandingkan dengan gadget dengan harga yang mahal, tentunya ada konsekuensi yang harus dipangkas dengan alasan ekonomis sesuai harga yang dibrandol. Namun demikian, sebelum terpesona dengan gadget mahal dengan spesifikasi selangit, Emak perlu menentukan, spesifikasi apa yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan Emak. Tinggal di kota besar dan cuma perlu smartphone untuk sekadar telepon, browsing dan eksis di sosial media? Tentunya tidak perlu sampai bayar mahal-mahal untuk beli telepon satelit.

Sebagai Emak, kebutuhan saya akan perangkat notebook adalah yang mampu mendukung keperluan standar perkantoran (dengan perangkat lunak pengolah kata, angka dan data), internetan (browsing, chatting, email), multimedia (sebatas mendengarkan lagu dan memutar film/video), dan beberapa hal lain yang masih tergolong standar. Dengan demikian maka saya akan memilih notebook yang mampu memenuhi kebutuhan saya dengan spesifikasi tersebut, dengan penawaran harga yang terbaik di kelasnya, tentunya tanpa mengorbankan kualitas.

Dari seluruh pertimbangan di atas, notebook yang lebih tipis, memenuhi spesifikasi kebutuhan dan mendukung produktivitas dalam melakukan aktivitas harian, baik sebagai seorang wanita, seorang istri, seorang ibu, maupun seorang pekerja, tentunya akan menjadi pilihan saya.

Dan jika semua itu bisa diperoleh dengan harga yang lebih murah dan terjangkau, mengapa harus membayar lebih mahal?


Notebook lebih tipis, membuat Emak lebih produktif, dan relatif tidak mahal.



Tulisan ini diikutsertakan dalam event “30 Hari Blog Challenge, Bikin Notebook 30% Lebih Tipis” yang diselenggarakan oleh Kumpulan Emak Blogger (KEB) dan Acer Indonesia

Monday, October 7, 2013

Ten Things Called Happiness

1. Nikmat iman, nikmat Islam. Alhamdulillah karunia terbesar dalam hidup. :)

2. Gadis cilik kami yang cantik, pintar dan shalihah. Najwa, permata hati Bunda ya Nak. *sun sun sayang* Kayanya baru kemarin keluar dari perut Bunda, digendong ditimang-timang, sekarang udah lari-lari kesana kemari, makin pintar dan ceriwis. Time flies, isn't it? :')

3. A lovable hubby. Yang, walaupun sering mengkritik itu dan ini ;p tapi tetap memberi kami berdua tempat paling istimewa di hatinya.

4. Awesome family, akung - uti, aki - nenek, para simbah, para aunties, para oom, para ponakan, yang lucu-lucu, dan selalu menyuguhkan camilan enyak menyambut hangat setiap kali kami pulang.

5. Pekerjaan yang baik, halal,  dan insyaAlloh barokah, yang menjadi tempat mengamalkan ilmu dan tempat belajar hal-hal baru. Tempat me time :D, dan bertemu dengan rekan-rekan senasib sepenanggungan yang walaupun kadang-kadang ancur namun sungguh menyenangkan. *HUGS* untuk anak-anak anggota kru ruangan.

6. Teh tarik. Minuman dari surga ini mah. As simple as milk tea di counter teh poci. Apalagi yang teh tariknya dibikin pake gelas alumunium trus di-olor-olor ditarik-tarik. Pingin nyobain teh tarik bikinan orang melayu di tanah melayu sono, nampaknya mantap.

7. Back therapy di salon langganan. Ini layanan executive spa pijet leher dan punggung harga kaki lima yang asli enak banget, dua jam dijamin pegel-pegel melayang entah kemana dan kembali cantik muda berseri.

8. Kerajinan tangan berbasis benang dan jarum. Saya suka dengan aktivitas klutak klutek yang menghasilkan sesuatu yang cantik. Dulu pernah belajar merajut knit dengan dua jarum, belakangan suka merajut crochet dengan satu jarum, dan yang paling terakhir ini kembali ke selera lama, kristik. :D Walaupun semboyan untuk bikin beginian ya, "alon-alon waton kelakon" a.k.a sesempetnya. Tapi proses klutekannya itu merupakan momen relaksasi pikiran, apalagi kalau udah jadi produk, rasanya puaaaaaassss... Trus foto-foto, apdet status deh. *teteup* :D

9. Buku. Saya cinta buku. Saya menyukai bau kertas dan lem, sensasi membalik lembar demi lembar, dan tenggelam dalam dunia lain yang dibawanya. Jenis favorit? Novel terjemahan yang dilatarbelakangi budaya/tradisi setting dimana cerita dibangun, dengan pendeskripsian yang kuat dalam alur cerita. Contohnya, Perempuan Suci-nya Qaisra Shahraz, The Kite Runner dan A Thousand Splendid Sun-nya Khaled Hosseini, Sweetness in The Belly-nya Camilla Gibb. Saya juga suka novel yang membawa pembacanya untuk berpikir. A good reading material is the one that makes you THINK and FEEL. Tetralogi Pulau Buru Pramoedya Ananta Toer tidak pernah gagal membuat saya berpikir (eh, tapi saya baru baca dua kok, belum sempat lanjut ke buku tiga dan empat ;p)

10. Samsung Galaxy Tab. Di gadget yang handy ini, saya bisa menginstal aplikasi-aplikasi yang saya butuhkan, mulai dari yang fungsional, lucu-lucu sampai yang gak penting pun ada :D pun bisa online di mana saja, bisa musikan, bisa browsing dengan layar yang gak bikin mata pegel :D bisa jadi penyelamat kalau mati gaya di kereta, dan bisa bikin Najwa anteng kalau dia lagi cranky :D


Eh. Udah sepuluh ya. Rasa-rasanya tangan masih pingin ngetik lebih banyak lagi. :D Lain kali kita tulis sampai 100 yaa..

Seringkali kita lupa bahwa udah banyaaaaak anugerah yang kita terima. Sibuk kita berkeluh-kesah, merasa diri kurang ini dan itu. Padahal, bahagia itu sederhana, hanya dengan mensyukuri apa yang kita punya.

Postingan ini diilhami teman KEB ini, makasih Gracie untuk remindernya, agar kita menyadari nikmat yang kita miliki dan berhenti menggerutu tentang ini dan itu.

Happiness is a choice we all can make. This is mine. So, what's yours? :)

Tuesday, October 1, 2013

Serangan Fajar

Hehe, judulnya mengintimidasi sekali ya? Rasanya asumsinya kalau nggak ke arah yang berhubungan dengan pilkada, ya ke arah "itu". *keplak* Apaan siii? :D

Bukan kok, sebenarnya ini serangan fajarnya Najwa. Jam tiga pagi buta tadi dia bangun mendadak trus nangis (lumayan) kenceng, minta susu. Jadilah maknya terbangun dengan terkaget-kaget, asli k-a-g-e-t, terus langsung lompat berdiri, bikin susu. Najwanya sih setelah meluk botol dotnya, lanjut bobo pules lagi. Tapi maknya yang terkaget-kaget ini tadi, walhasil jadi kehilangan semua rasa kantuknya, trus duduk bengong di sofa selama 10 menitan, bingung mau ngapain. :D

Setelah yakin bahwa rasa-rasanya kok bakalan susah buat tidur lagi, ya udah saya nyalakan laptop. Browsingan. Cara paling gampang mengatasi bengong. Sembari berharap si kantuk itu segera datang lagi. Blogwalking sana, blogwalking sini, eh tiba-tiba terpikir, template blog saya kan sudah uzur, dari pertama bikin tahun 2010 yang lalu itu (udah lama ya, hahaha, lama dianggurin sih sebenernya, karena penyakit malas ini nggak sembuh-sembuh) belum pernah ganti template. Dan rasa-rasanya template yang lalu itu kesannya sempit, mungkin karena gambarnya "rame" dan warnanya cenderung gelap. Yang sekarang, pinginnya kalau dilihat itu kesannya luas dan bersih.

Setelah browsang-browsing, lihat-lihat blog teman-teman, kayanya paling sreg di hati si template simple bawaan Blogger ini ya. Backgroundnya putih, simpel, clean. Template seperti ini membuat nyaman mata pengunjungnya. Setidaknya, menurut saya sih, hehe.

Jadiii, sepertiga malam terakhir saya klutekan, mengumpulkan sisa-sisa kenangan jaman kuliah dulu di bidang teknik, kemampuan yang sudah menguap entah kemana karena tidak terpakai di bidang kerja saat ini. Eh, kalau tidak terpakai kayaknya kok sadis benar ya. Ralat deh, terpakai sih, tapi hanya hal-hal globalnya saja, yang "teknik banget" kaya jaman kuliah dulu, jelas enggak. Haha. *teteup*

Saya pikir tadinya ngedit template blogger ini maha susah, secara dahulu kala waktu bikin blog di sini pertama kali, modalnya masih HTML-an gitu, jadi mau ngapa-ngapain harus melototin sama ngutak-utik HTML code sampai mata jereng. Matanya udah jereng, yang diutak-utik nggak jadi-jadi. :D

Eeeh.....ternyata, si Blogger ini sudah jauuuh berubah dibanding masa saya muda dulu. Semua fasilitas untuk customize template, disediakan dengan cuma-cuma. Dalam hal ini, fasilitas standar ya, kalau mau tambahan eng ing ong yang ruwet bin mumet ya silakan balik lagi ke HTML code yang ribuan baris itu. Saya nggak ikut-ikut. :D Tapi untuk fasilitas standar, mulai dari pilihan layout : mau pakai satu kolom, dua kolom, tiga kolom, atau customizing page header, sekarang guampaaaaang... Tinggal klak klik aja.

Dan yang paling membuat senang nih, fasilitas adjust column width a.k.a mengubah lebar kolom postingan, disediakan cuma-cuma, tinggal nyeret scale bar aja ke kanan atau ke kiri. Kalau ke kanan nggedein, kalau ke kiri ngecilin. Wahaha, dengan sukacita langsung saya gedein aja ni kolom utama. Soalnya, saya selalu merasa default kolom bawaan Blogger ini kekecilan. Bayangkan, jaman dulu untuk mengubah ukuran lebar kolom ini, harus melototin HTML code nya, nyari-nyari baris outer-wrapper, main-wrapper atau apalah namanya itu. Udah susah, salah-salah melulu pula. Giliran salah, bubar jaya template yang sudah kita utak-utik dengan susah payah.

Yang terakhir, menambahkan signature. Yang ini sedikit agak ribet, soalnya pakai upload ke google sites segala untuk mendapatkan URL-nya, trus dimasukkan via fasilitas add CSS. Tapi percayalah *teteup* ini tetap jauuh lebih gampang dibandingkan jaman dahulu kala yang pakai favico dan diembed dengan kode HTML sebagai bagian dari post template (halaaaaah cerita apa sih ini nggak menarik banget temanya).

Intinya, sudaaah selesai ngeditnya. Capek mata, tapi puas :)





Hasilnya, nggak mengecewakan, menurut saya sih, lumayan lah, seperti yang anda lihat saat ini. Semoga kesan bersih dan luasnya, tertangkap ya. :)


Tuesday, September 24, 2013

Suka Menggambar Tapi Tidak Suka Mewarnai

Najwa, anak saya, 3 tahun 1 bulan, suka sekali menggambar. Tapi, tidak suka mewarnai. Jadi, postingan ini berawal dari kegalauan saya sebagai emaknya, gara-gara hal itu tadi.

Ceritanya, kemarin saat mengantar Najwa sekolah dan sekaligus ketemu dengan guru Kelompok Bermainnya, Bu Guru ini bercerita bahwa Najwa nggak mau mewarnai sama sekali. Iya sih, saya tahu dia tidak suka mewarnai. Ayahnya pernah repot-repot mengunduh dan mencetak berbagai coloring page, tapi Najwa tidak begitu tertarik. Cuma yang bikin galau adalah kali ini dia sama sekali tidak mau mewarnai. Saya lihat buku aktivitas mewarnainya di Kelompok Bermain, kosong blong bin bersih, gak ada coretan sama sekali, padahal punya teman-temannya sudah penuh coretan warna.

Saya pikir, tadinya dia ngadat karena tidak cocok dengan krayon yang dipakai di Kelompok Bermain. KBnya pakai krayon minyak (oil crayon) yang membekas di tangan. Mungkin karena itu dia tidak mau. Kemudian saya ganti dengan krayon lilin (apalah namanya ya, pokoknya itulah), krayon yang licin, tapi tidak membekas di tangan.




Naik kapal selam, sambil melihat-lihat dari jendela


Tapi ternyata, setelah diganti, tetap tidak mau juga. Mulailah emaknya ini galau beliau. Akhirnya bercurhatlah saya ke adik yang kebetulan sekarang sedang pendidikan profesi psikologi. Lumayan konseling gratisan, hahaha. :D

Setelah sesi curhatan tumpah ruah dengan adik dan ayahnya, plus membaca browsang-browsing sampai akhirnya nemu artikel di ini dan ini, akhirnya secercah sinar terang (halah :D) pun menyinari kegalauan saya.



Ayah naik sepeda pakai topi dan tas


Anak umur 3-5 tahun (ya, seumuran Najwa) memang sedang tumbuh ketertarikannya pada kegiatan menggambar dan mewarnai. Karena dua kegiatan itu memberikan kesempatan pada otak anak untuk berimajinasi dan mewujudkan imajinasi itu dalam bentuk gambar/lukisan. Menggambar dan mewarnai merupakan proses kreatif, memberikan wadah bagi anak-anak untuk menuangkan ide-idenya dalam suatu karya.

Dari sisi kreativitas, menggambar memberikan kesempatan untuk berekspresi yang lebih luas daripada mewarnai, karena anak dibiarkan berkreasi sebebas-bebasnya di atas kertas kosong. Mewarnai, walaupun memberikan stimulasi kreativitas juga, namun memiliki keterbatasan pada pola-pola dan garis-garis yang harus diikuti anak.

Dalam cerita Najwa, saya melihat itulah benang merahnya. Dari kecil, Najwa yang suka menggambar memang lebih banyak diajak berkegiatan menggambar. Saya selalu menyediakan setumpuk kertas bekas (dibawa dari kantor) untuk media Najwa mencorat-coret. Seringkali kami melakukannya bersama, saya menggambar sambil bercerita, Najwa memperhatikan dan berkomentar ini-itu. Kebiasaan ini rupanya melekat juga pada Najwa, karena dia punya kebiasaan menggambar sambil bercerita. Nah, saya jarang mewarnai hasil gambar saya. Hanya gambar-gambar sambil cerita begitu, kalau kertas sudah penuh, kami ganti dengan kertas lain.

Mungkin karena terbiasa menggambar, di kertas kosong yang tidak ada batasan-batasan atau aturan-aturan, Najwa jadi enjoy dengan kegiatan menggambar. Ketika disuruh mewarnai, yang mana juga jarang dilakukannya di rumah, dia jadi tidak tertarik. Bisa jadi karena batasan-batasan itu tadi.



Najwa dan Pocoyo memberi makan burung, burungnya bertengger di dahan (maaf gak dirotate, sudah berusaha, tapi pas diupload ternyata miring lagi -___-"


Kata ayahnya, Najwa itu pelukis freestyler. Suka-suka aja dia mau gambar apa. Menurut tantenya si calon psikolog itu :D, biarkan saja imajinasinya bermain. Kalau sukanya gambar, ya biarkan saja dia menggambar. Diajak mewarnai boleh, tapi jangan dipaksa. "Gak perlu dikasi aturan, Bunda. Itu kan berkarya, biarin aja dia bebas berekspresi, individual differences. Kalau aturan yang sifatnya life skill dan social skill, itu yang nggak boleh di-pass."

Sebetulnya, menggambar maupun mewarnai merupakan bahasa rupa anak. Sama-sama merupakan sebuah hasil bereksperimen, pembelajaran, dan penghayatan yang berbuah kreasi. Itulah yang terjadi saat anak menggambar maupun mewarnai dimana anak belajar melalui bermain. Baik menggambar ataupun mewarnai, keduanya dapat meningkatkan kemampuan otak kanan, yang berkaitan dengan berekspresi dan berkesenian. Sering kali kemampuan ini kurang diperoleh dari pelajaran di sekolah yang lebih cenderung menekankan pentingnya otak kiri (menghafal, mengingat). (sebagaimana dikutip dari Tabloid Nakita dalam link tersebut di atas)



Pesta ulang tahun dengan kue ulang tahun dan tiup lilin


Dan lagi, kemampuan menggambar Najwa menurut kami (Ayah dan Bundanya) sudah cukup baik. Dia bisa menggambar tokoh bajak laut anak Jake (dari serial Jake and The Neverland Pirates, Disney Junior channel) lengkap dengan ikat kepala dan rambut "jabrik"nya, sedang berenang pakai kacamata renang.

Kata ayahnya, "Gambar Jake pakai kacamata speedo..berenang..bahkan di filmnya pun belum pernah itu si Jake pakai kacamata speedo.." :D

Jadi kesimpulannya, usah dirisaukan. Menggambar dan mewarnai, bagus. Menggambar saja, juga bagus. Baru mau mewarnai, pun bagus juga. Najwa, sebagaimana setiap anak, punya minat dan kesukaannya masing-masing, dan sepanjang anak menikmati itu, yang harus kami lakukan adalah mendukungnya. Memberinya pujian, komentar, dan pelukan. Dan ikut serta dalam proses kreatif itu, turut menjadi bagian dalam imajinasinya.